Berdebar-debar seperti Menunggu Ultah
Hari ini, tepat setahun yang lalu, saya menjalani operasi ganti hati. Hari ini, jam 10.00, tepat setahun yang lalu, saya diberi pakaian warna biru pertanda saya sudah harus disiapkan untuk memasuki ruang operasi yang sangat menentukan apakah saya akan hidup atau mati.
Hari ini, tanpa perencanaan yang matang, saya harus terbang dari New Delhi ke Kashmir. Tentu bersama Robert Lai yang tepat setahun lalu ikut mengantarkan saya masuk ruang operasi. Robert Lai, teman warga Singapura itu, sebenarnya menentang saya pergi ke Kashmir. Sebab sejak tiga hari yang lalu kerusuhan antaretnis dan juga SARA meletus lagi di sana. Tapi saya harus ke Kashmir untuk urusan yang tidak bisa ditunda.
Memang belum tentu akhirnya saya bisa terbang ke Kashmir. Masih harus menunggu perkembangan sampai pagi hari ini. Tadi malam, sebagaimana bisa disaksikan di breaking news televisi CNN, kerusuhan meluas di Kashmir. Kalau tiga hari ini meletus hanya di wilayah Jammu, kemarin berkembang ke Shrinagar.
Kalau keadaan tetap genting seperti itu belum tentu pagi ini saya bisa mendarat di Shrinagar. Mulai kemarin sore bandara ditutup dan angkutan umum di Shrinagar dilarang beroperasi. Maka pagi-pagi ini saya harus pergi ke bandara New Delhi sambil menunggu perkembangan terakhir pagi ini.
Negara bagian Kashmir memang bagian yang paling bergolak di India dari waktu ke waktu. Sudah puluhan tahun seperti itu. Shrinagar adalah ibukota negara bagian Kashmir, tapi hanya untuk sembilan bulan. Pada waktu musim dingin atau salju, ibukota pindah ke Jammu. Begitulah setiap tahun, ibukotanya boyongan rame-rame.
Beberapa hari ini saya memang berada di India. Saya harus melakukan perjalanan mulai dari kota Madras, New Delhi, Kashmir, Gujarat, Bombay dan Bangalore. Itu berarti perjalanan keliling India yang besar itu mulai dari selatan, utara, timur dan barat. Di samping urusan perusahaan saya ingin tahu perkembangan India yang belakangan terus diunggul-unggulkan sebagai kisah sukses menyusul sukses yang diraih Tiongkok. Saking fenomenalnya sehingga dua negara dengan pertumbuhan tinggi itu sering disingkat dengan Chindia yang berarti China-India.
Bagaimanakah rasanya bisa melewatkan masa kritis setahun pertama setelah ganti hati?
Memang, untuk mencapai genap satu tahun itu saya harus berjuang keras mempertahankan hati baru saya. Karena itu semakin dekat genap masa satu tahun semakin berdebar-debar. Bisakah beberapa hari yang tersisa itu bisa saya lewati dengan mulus?
Sejak seminggu yang lalu rasa berdebar itu lebih keras dari biasanya. Saya yang seumur hidup tidak pernah berulang tahun seperti merasa menunggu sesuatu yang patut diulangtahuni. Yakni ulang tahun genap satu tahun ganti hati. Saya menanti datangnya tanggal 6 Agustus seperti seseorang yang sedang memimpikan acara ulang tahun.
Sampai-sampai di beberapa kesempatan, saya sering bicara kepada orang banyak bahwa “seminggu lagi genap satu tahun ganti hati”. Demikian juga ketika tiga hari menjelang tanggal 6 Agustus itu saya diminta ikut rekaman acara Kick Andy lagi, saya mengatakan bahwa “tiga hari lagi saya genap satu tahun menjalani transplantasi hati”.
Bahkan saya sering minta doa restu agar dalam beberapa hari menjelang “ulang tahun” ini saya tidak terkena flu atau sakit perut. “Saya sudah berhasil mempertahankan diri untuk tidak flu selama hampir satu tahun. Jangan sampai di hari-hari terakhir ini saya terkena flu,” kata saya di berbagai acara yang saya hadiri, termasuk di Kick Andy di Metro TV.
Alhamdulillah, sampai tadi malam, tepat setahun setelah ganti hati, saya belum pernah terkena flu. Saya memang dipesani agar dalam setahun setelah ganti hati jangan sampai terkena flu atau sakit perut. Kalau sampai kena dua penyakit itu, maka bisa-bisa itu sebagai pertanda bahwa ganti hati saya mengalami kegagalan. Karena itu saya menjaga diri dengan amat keras untuk menghindari flu dan sakit perut. (bersambung)
Senin, 01 September 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar